Mengenai Saya

Foto saya
Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia
Aku mencoba belajar dari Anda, untuk mencintai kesederhanaan dan kejujuran. Tumpahkan segala yang menyesakkan dada Anda dalam blog ini. Anggaplah blok ini sebagai lautan yang menampung segalamya dari Anda.

Kamis, 27 Agustus 2009

Sumber Belajar dan Bahan Ajar : Saudara kembar, serupa tapi tak sama

Sigit Priyanto, S.S.

Istilah sumber belajar (learning resource) dan bahan ajar (teaching-materia)l sudah tidak asing lagi di telinga kita. Saking akrabnya di telinga kita, maka tidak salah kalau kadang kita tidak sempat mencerna makna yang sebenarnya. Kalau kita sempat memaknai, maka kita menganggap keduanya memiliki makna yang sama.
Kalau mendengar istilah sumber belajar, maka pada umumnya ingatan kita hanya tertuju pada perpustakaan dan buku. Padahal, tidak hanya itu !
Agar kita dapat menemukan pemahaman yang jelas, mari kita coba mengupas terleih dahulu pengertian sumber belajar melalui beberapa definisi yang telah ada.
Arief S. Sadiman dalam makalahnya yang berjudul Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pembelajaran (2004) mendefinisikan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk belajar, yakni dapat berupa orang, benda, pesan, bahan, teknik, dan latar.
Sedangkan dari sumber website bced mendefinisikan bahwa sumber belajar adalah informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru. http://www.bced.gov.bc.ca/irp/appskill/ asleares.htm January 28, 1999
Menurut Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977), sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.
Bertolak dari beberapa definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa sumber belajar adalah tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi yamg dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Dari pengertian sumber belajar dapat kita temukan kata kunci:
1) tempat atau lingkungan
2) benda, orang
3) mengandung informasi
4) perubahan tingkah laku peserta didik.
Dari pengertian di atas, pada dasarnya sumber belajar dapat berupa:
a. Tempat atau lingkungan, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya.
b. Benda, misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya.
c. Orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu yang dapat dijadikan nara sumber oleh peserta didik. Misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya.
d. Bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk belajar.
e. Buku, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya.
f. Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya.
Tempat, benda, orang, bahan, buku, peristiwa dan fakta tidak akan menjadi sumber belajar yang bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila tidak diorganisasi melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak, maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang, dan atau buku hanya sekedar tempat, benda, orang atau buku yang tidak bermakna apa-apa.
Berangkat dari pemikiran tentang pengertian sumber belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, mencerminkan kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Melalui bahan ajar yang disiapkan secara baik memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi dasar secara runtut dan sistematis. Penyiapan dan penggunaan bahan ajar secara baik dan tepat, pada akhirnya secara akumulatif peserta didik diharapkan dapat menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.
Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu :
1.bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.
2.bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
3.bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.
4.bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan
5.bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

Adapun fungsi bahan ajar sebagai berikut:
a.Bagi guru, sebagai pedoman yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.
b.Bagi peserta didik, sebagai pedoman yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya.
c.Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain :
1.Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
2.Kompetensi yang akan dicapai
3.Content atau isi materi pembelajaran
4.Informasi pendukung
5.Latihan-latihan
6.Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
7.Evaluasi
8.Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi

Sabtu, 07 Maret 2009

Secangkir Pasir

Kutebaskan sebilah pedang pasir
pada awan tak berupa.
Berdarah-darah
luka tak berbekas
pada awan
kehilangan rupa.
Galau aku,
dalam rupamu di sudut segitigaku.
Tak pernah terpahami
di mana sudut empat lima derajatmu.
Sementara,
tiktok jarum jam terus bergayut
pada pucuk pohon.
Masih adakah dermagamu
tuk melabuh selembar daun
tak berujud
pada awan tak bertepi?

Kamis, 05 Maret 2009

Menguak misteri Geger Jombang

Jadi, maka jadilah!

Siapapun tak pernah menyangka kalau pasangan suami istri, Mukaromah dengan Kasemin dari Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur ini mampu menggegerkan Jombang, bahkan Jawa Timur.
Dari rumahnya yang berdinding bambu dan hanya berukuran 3 x 4 meter, suami istri yang bekerjaannya tidak tentu tersebut mampu meningkatkan perekonomian warga dusun kecil Kedungsari. Yang semula dusun kecil, becek, sepi menjadi sebuah dusun yang rapi, ramai dan bayak dikunjungi para turis dalam negeri maupun manca negara.
Tidaklah salah, bila ada yang berceloteh bahwa seandainya Kasemin atau Mukaromah mencalonkan diri sebagai Caleg atau Cabup, bahkan Cagup pun akan memperoleh suara jadi. Tanpa diundang, puluhan ribu orang mendatangi rumahnya. Tanpa diminta, mereka datang. Tanpa diberi imbalan uang, puluhan ribu orang tetap datang. Datang justru untuk memberi.
Dari sinilah asal muasalnya. Dengan penuh perjuangan, Mukaromah pada tanggal 6 Juni 1999 melahirkan seorang bayi mungil, Ponari.(tentang Ponari, sabar ya! Buka terus blog ini)
lo, sabar ya! Buka terus blog ini!!

Jumat, 27 Februari 2009

Sebuah Renungan

Ivan Illich dan Paulo Freire menengarai bahwa pendidikan yang dulu dianggap sebagai "padepokan" yang suci kini telah teracuni oleh unsur penindasan. Dunia pendidikan tidak lebih dari dari suatu tempat guru membunuh dan menindas potensi kemanusiaan. Apapun namanya, apapun istilahnya apa yang disampaikan oleh dua pemerhati pendidikan tersebut perlu kita renungkan(tidak ditanggapi secara emosional). Banyak hal yang masih perlu kita benahi. Selama ini, barang kali sudah puas dan merasa segalanya karena telah mengajar, menyampaikan, menginformasikan, memberitahukan, menyuarakan. Padahal peserta didik juga ingin menyampaikan, menyuarakan. Masih adakah kegalauan tersirat dalam sanubari"takut tidak berwibawa" bila mencoba mendengar mereka. Sesungguhnya tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi membelajarkan dan mendidik.

Senin, 16 Februari 2009

Sertifikasi Guru Kehilangan roh

Sertifikasi Guru: Sebuah Cermin Retak
Oleh: Sigit Priyanto*

Pelaksanaan sertifikasi guru senantiasa menjadi topik pembicaraan yang tidak ada habis-habisnya oleh guru sendiri maupun oleh masyarakat luas. Pengertian sertifakasi guru selalu dianalogikan oleh masyarakat luas pada sosok guru profesional, cerdas, pintar, loyal pada profresinya dan bergaji layak. Sudah barang tentu, analogi ini tidak terlau berlebihan bila kita menengok esensi tujuan sertifikasi yang sebenar-benarnya, yaitu: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (3) meningkatkan martabat guru, (4) meningkatkan profesionalitas guru, (5) meningkatkan kesejahteraan guru.
Tidak dapat diragukan niat baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan guru dibarengi upaya meningkatkan mutu guru melalui sertifikasi guru. Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan pegawai negeri sipil (swasta). Dengan meningkatnya mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
Bertolak dari tujuan sertifikasi di atas yang pelaksanaannya demi memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kita tidak dapat memungkiri bahwa tujuan sertifikasi sangat indah dan mulia.
Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru. Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Inilah yang kadang menjadi kenyataan yang teramat ironis. Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru profesional, uji kompetensinya melalui penilaian portofolio semata. Kenyataan ini pun juga tidak teramat salah karena undang-undangnya mengharuskan demikian.
Dalam sertifikasi guru, portofolio bak dewa yang menentukan segala-galanya. Keprofesionalan guru yang mengacu pada kopentensi guru dan standar kompetensi guru sangat ditentukan oleh dewa yang bernama portofolio. Maka tidak salah pula bila seorang guru mendewa-dewakan portofolio dengan berbagai cara .
Seperti apakah sang portofolio itu sehingga dapat menentukan nasib seorang guru. Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran.
Keefektifan pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran tergantung pada tingkat kompetensi guru yang bersangkutan, yang mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk menilai kompetensi guru sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi.
Secara teoritis, portofolio berfungsi sebagai: (1) wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktivitas, kualitas, dan relevansi melalui karya-karya utama dan pendukung; (2) informasi/data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru. Sekalai lagi, secara teoritis pula, portofolio merupakan dokumen yang mencerminkan rekam jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembejalaran, sebagai dasar untuk menentukan tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan.
Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Sepuluh komponen portofolio tersebut dianggap sebagai refleksi dari empat kompetensi guru. Setiap komponen portofolio dianggap dapat memberikan gambaran satu atau lebih kompetensi guru peserta sertifikasi, dan secara akumulatif dari sebagian atau keseluruhan komponen portofolio merefleksikan keempat kompetensi guru yang bersangkutan.
Inilah cermin mutu pendidikan kita. Keprofesional seorang guru ditentukan oleh bukti fisik sepuluh komponen portofiolio. Guru yang kompeten adalah guru yang dapat mengumpulkan dan menyusun portofolio. Kerja keras, kesungguhan, kepedulian tidak ada artinya bila tanpa bukti fisik sebagai portofolio, dan sebaliknya, tanpa kerja keras, kesungguhan, kepedulian dapat dinyatakan profesional bila dapat mengumpulkan dan menyusun portofilio. Maka tidaklah salah, demi mengejar sertifikat porfesional banyak waktu untuk anak didik kita tersita oleh kesibukan mengumpulkan dan menyusun portofolio.
Yang lebih ironis, sudah banyak waktu, dan tenaga yang digunakan untuk menyusun fortofolio dinyatakan tidak lulus sertifikasi. Celakanya lagi, kita tidak pernah tahu di mana letak penyebabnya. Bagaimana kita dapat memperbaiki diri bila konfirmasi kekurangan atau kesalahan tidak pernah ada. Yang ada hanya keterangan : tidak lulus dan mengikuti diklat! Padahal, berdasarkan ketentuan peserta yang tidak lulus dalam penilaian portofolio direkomendasi oleh LPTK sebagai penyelenggara sertifikasi : 1) Melengkapi administrasi apabila skor hasil penilaian portofolio telah mencapai batas kelulusan, tetapi masih ada kekurangan administrasi. 2) Melakukan berbagai kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio bagi peserta dengan hasil penilaian portofolio belum mencapai skor minimal kelulusan yaitu memiliki skor 841-849 harus memenuhi skor minimal. 3) Mengikuti PLPG yang dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi dan diakhiri dengan uji kompetensi yang pelaksanaannya difasilitasi oleh dinas pendidikan provinasi dan atau dinas pendidikan kabupaten/kota. 4) Peserta yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang sebanyak dua kali, dengan tenggang waktu sekurang-kurangnya dua minggu. Apabila tidak lulus peserta diserahkan kembali ke dinas pendidikan.
Sekali lagi, inilah cermin peningkatan mutu pendidikan kita. Sayangnya cermin yang digunakan telah retak, sehingga tidak dapat menggambarkan obyek yang sebenarnya. Dinas pendidikankan pun diam seribu bahasa.


*Penulis adalah aktivis LSM KOPEN( Forum Komunikasi Pendidik) Jawa Timur

Jujur itu indah

Mengapa harus takut dengan kejujuran. Sesungguhnya jujur tidak menakutkan dan merisaukan. Ketakutan ini hanya karena sabda dari orang-orang yang telah mengikuti sekte sesat. Penganut sekta ini mensabdakan bahwa jujur itu akan hancur. Sabda ini telah dianut oleh sebagian banyak orang-orang yang "merasa" suci. Ingat hanya merasa! Padahal dalam kepercayaan dan agama apapun, jujur menjadi ajaran yang penting. Ketidakjujuran identik dengan pengkhianatan. Berkhianat kepada siapa. Jelas kepada-Nya, dan kepada nurani sendiri. Kejujuran identik dengan iklas menerima segala risiko. Risiko apapun ketika kita memunculkan keberanian jujur.
Percayalah apapun yang akan kita terima, tetaplah indah bila itu buah dari kejujuran.